Lady Tsundere! [Part 2]
Lady Tsundere!
Ketemu lagi sama aku, Bian. Tidak terasa 6 bulan sudah berlalu sejak aku mengenal Dhike. Yang artinya kini aku sudah menginjak kelas 3 SMA. Seperti sekolah lainnya, sekolah ku juga menganut sistem shuffleatau acak. Ya bisa dibilang di kelas 3 nanti aku akan mendapatkan teman baru dari kelas – kelas lain yang ada sekolahku.
“Ikeyyy…” itulah isi sms yang ku kirim kepadanya.
“apa?” jawaban yang singkat darinya. Seperti biasa, dia tetap dingin.
“kamu masuk kelas mana Key? Aku kelas B dong”
“aku juga kelas B.”
“apa?” jawaban yang singkat darinya. Seperti biasa, dia tetap dingin.
“kamu masuk kelas mana Key? Aku kelas B dong”
“aku juga kelas B.”
Alangkah senangnya, ternyata aku sekelas lagi dengan Dhike. Aku pun langsung tidur, berharap esok segera datang agar bisa bertemu dengan Dhike di kelas baruku.
Hari pertama sekolah pun tiba, aku dengan senang melangkah ke kelas baruku, sesampainya di kelas sudah ada beberapa siswa. Aku mengambil posisi duduk di kolom ketiga baris keempat. Sama seperti saat aku duduk di kelas 2 lalu. Beberapa menit kemudian aku melihat seseorang yang tidak asing bagiku, dan ia menghampiriku.
“woi bro lu kelas disini juga?” ucapnya padaku, ya dia adalah Geddy sahabatku.
“jir, gue sekelas lagi sama lo?” balasku
“yoi, asik kan 2 tahun sekelas mulu ama gue.” Jawabnya sambil mengambil posisi untuk duduk disebelahku.
“apa-apaan lo duduk disini? Sana-sana, gue dah siapin ini tempat buat orang special”
“yaelah bro gitu banget lu ama gue.” Akhirnya dia mengerti dan menempati kursi dibelakangku.
“tuh Gedd, orang spesialnya dateng.” Kataku sambil menunjuk ke arah orang yang baru masuk itu.
“Dhike? Ckckck, Bi Bi..” komentar Geddy sambil menggelengkan kepalanya
“jir, gue sekelas lagi sama lo?” balasku
“yoi, asik kan 2 tahun sekelas mulu ama gue.” Jawabnya sambil mengambil posisi untuk duduk disebelahku.
“apa-apaan lo duduk disini? Sana-sana, gue dah siapin ini tempat buat orang special”
“yaelah bro gitu banget lu ama gue.” Akhirnya dia mengerti dan menempati kursi dibelakangku.
“tuh Gedd, orang spesialnya dateng.” Kataku sambil menunjuk ke arah orang yang baru masuk itu.
“Dhike? Ckckck, Bi Bi..” komentar Geddy sambil menggelengkan kepalanya
Aku pun memperhatikan Dhike, sesekali aku memberinya kode agar ia duduk disebelahku. Sialnya diriku, ternyata dia lebih memilih duduk dengan Indah, yang juga temanku saat kelas 2. Ia duduk sebaris dengan ku. Geddy yang melihatku kecewa malah menertawai ku dengan terbahak-bahak.
*kriiiing.. bel masukpun berbunyi, semua tempat duduk sudah terisi penuh, kecuali kursi disebelahku. Aku melihat kearah Dhike, ia juga sempat melihatku, namun kembali memalingkan wajahnya. Guru pun sudah masuk dan mulai memberi materi.
“apes apes, duduk sendiri lagi deh tahun ini.” Curhatku dalam hati.
10 menit saat guru memberikan materi, terdengar suara ketukan pintu.
“Maaf pak saya telat” ujar suara yang terdengar dari arah pintu itu, dari suaranya aku bisa memastikan dia seorang perempuan. Namun aku tidak peduli dan kembali melamun. Kemudian tanpa kusadari seseorang telah duduk disebelahku.
“kamu Bian kan?” tegur seseorang yang baru saja duduk disampingku
“loh Sinka? Kelas kamu disini toh?” jawabku yang baru tersadar dari lamunanku.
“haha iya, Bi. Tadi aku datengnya telat tadi.”
“masih aja tuh kebiasaan lama ga ilang-ilang”
“bukan kebiasaan Bi, hobi.” Kami berduapun tertawa sampai kena tegur oleh guru.
“kamu Bian kan?” tegur seseorang yang baru saja duduk disampingku
“loh Sinka? Kelas kamu disini toh?” jawabku yang baru tersadar dari lamunanku.
“haha iya, Bi. Tadi aku datengnya telat tadi.”
“masih aja tuh kebiasaan lama ga ilang-ilang”
“bukan kebiasaan Bi, hobi.” Kami berduapun tertawa sampai kena tegur oleh guru.
Ya dia adalah Sinka Juliani, teman sekelasku saat kelas 1 dulu.
Sudah seminggu berlalu, semenjak kelas 3 ini aku merasa hubunganku dengan Dhike agak jauh. Berbanding terbalik dengan hubunganku dengan Sinka saat ini, malah lebih akrab dibandingkan saat kelas 1 dulu. Mungkin karena aku sebangku dengannya dan bukan dengan Dhike lagi. Namun karena tak kuat lama lama jauh dengan Dhike akhirnya aku memutuskan untuk memperbaiki hubunganku dengannya.
*Kriiing.. Bel istirahat berbunyi. Biasanya aku pergi ke kantin dengan Geddy namun kali ini aku berhasil mengajak Dhike untuk makan bersamaku. Ini pertama kalinya dia mau bersikap ramah denganku di area sekolah.
Setelah makan bareng Dhike, dia pun mengajak ku kembali ke kelas.
“Aku seneng deh hari ini Key.” Kataku membuka pertanyaan
“kenapa?” tanyanya heran “Karena temen sebangkunya asik ya?” lanjutnya sambil melirik
“seneng aja bisa makan bareng kamu, kok kamu ngeliatinnya gitu sih?” tanyaku heran
“abis kamu akrab banget keliatannya sama dia.”
“hmmm. Cemburu ya? Seneng lah Key, dia temen aku waktu kelas 1. Dia tuh beda..” belum selesai, Dhike pun memotong perkataanku “Beda banget sama aku kan? Hah? Itu kan maksud kamu?” katanya sambil berlari meninggalkanku dan pergi menuju kelas.
“Key, Ikey!” teriakku kepadanya, “padahal kan maksudnya dia tuh beda banget sama waktu kelas 1 dulu. Kok jadi salah paham gini ya?” keluhku dalam hati.
“Dhike kenapa tuh?” kata Geddy sambil menghampiriku yang masih termenung.
“gatau tuh Gedd, kayaknya dia salah paham deh tentang hubungan gue ama Sinka”
“bisa jadi tuh, tadi pas di kelas aja dia ngeliatin lo gitu pas lu becanda ama Sinka”
“wah yang bener lu? Beuuh, kacau deh ini” keluhku ke Geddy, dia hanya mengangguk saja. “kalo gini terus gue mesti cari cara nih supaya Ikey mau denger penjelasan gue.”
“kenapa?” tanyanya heran “Karena temen sebangkunya asik ya?” lanjutnya sambil melirik
“seneng aja bisa makan bareng kamu, kok kamu ngeliatinnya gitu sih?” tanyaku heran
“abis kamu akrab banget keliatannya sama dia.”
“hmmm. Cemburu ya? Seneng lah Key, dia temen aku waktu kelas 1. Dia tuh beda..” belum selesai, Dhike pun memotong perkataanku “Beda banget sama aku kan? Hah? Itu kan maksud kamu?” katanya sambil berlari meninggalkanku dan pergi menuju kelas.
“Key, Ikey!” teriakku kepadanya, “padahal kan maksudnya dia tuh beda banget sama waktu kelas 1 dulu. Kok jadi salah paham gini ya?” keluhku dalam hati.
“Dhike kenapa tuh?” kata Geddy sambil menghampiriku yang masih termenung.
“gatau tuh Gedd, kayaknya dia salah paham deh tentang hubungan gue ama Sinka”
“bisa jadi tuh, tadi pas di kelas aja dia ngeliatin lo gitu pas lu becanda ama Sinka”
“wah yang bener lu? Beuuh, kacau deh ini” keluhku ke Geddy, dia hanya mengangguk saja. “kalo gini terus gue mesti cari cara nih supaya Ikey mau denger penjelasan gue.”
Sore pun tiba, dan aku belum mendapatkan waktu yang pas untuk menjelaskan yang sebenarnya kepada Dhike. “mungkin hari ini jangan ganggu dia dulu aja deh, kalo udah tenang baru jelasin.” , pikirku. Lalu aku pun melanjutkan pulang. Aku sempat melihat Dhike dijemput mobil sedan hitam. Baru beberapa meter meninggalkan gerbang sekolah dengan scoter maticku, seseorang menghentikan langkahku.
“Biaaaan!” suara yang memekakan telingaku, aku pun menoleh.
“Apaan deh Sin? Suaranya biasa aja dong.” Ujarku sewot.
“idih ga nyantei. Nebeng dong sampe rumah, ya ya ya.” Pintanya.
“yaudah deh ayo, sini aa bonceng.” Ajakku, kebetulan jalan ke rumahku melewati rumahnya.
“Apaan deh Sin? Suaranya biasa aja dong.” Ujarku sewot.
“idih ga nyantei. Nebeng dong sampe rumah, ya ya ya.” Pintanya.
“yaudah deh ayo, sini aa bonceng.” Ajakku, kebetulan jalan ke rumahku melewati rumahnya.
Saat dilampu merah aku menghentikan motorku bersebelahan dengan mobil sedan hitam yang tak asing bagiku. “jir, ini kan mobilnya Ikey. Mudah-mudahan ga liat deh dia.” Mohonku dalam batin.
Sesampainya di rumah Sinka,
“bi, thanks ya.”
“yoi, sama sama Sin.”
“eh, Bi. Masa tadi pas kita di lampu merah orang di mobil sebelah ngeliatin mulu.”
“mobil yang mana? Yang item itu?”
“iyah, Bi. Nyeremin ya?”
“bukan nyeremin lagi ini mah, bakalan jadi bencana nih.” Batinku
“yoi, sama sama Sin.”
“eh, Bi. Masa tadi pas kita di lampu merah orang di mobil sebelah ngeliatin mulu.”
“mobil yang mana? Yang item itu?”
“iyah, Bi. Nyeremin ya?”
“bukan nyeremin lagi ini mah, bakalan jadi bencana nih.” Batinku
Akhirnya aku berpamitan ke Sinka dan akhirnya pulang. Sesampainya di rumah, aku terus memikirkan kejadian hari ini. Karena keasyikan memikirkannya akupun tertidur.
Pagi harinya dengan perasaan yang masih kalang kabut aku pun pergi ke sekolah. Sampai di sekolah aku baru teringat adanya PR fisika.
“jir gue lupa ada PR fisika, mana jam pertama lagi.” Sambil membuka buku fisikaku.
“kampret susah lagi, nungguin Geddy aja deh.”
*Drrrt Drrrt. Hapeku bergetar
“kampret susah lagi, nungguin Geddy aja deh.”
*Drrrt Drrrt. Hapeku bergetar
“bro, gue hari ini gamasuk ya, tolong bilangin k guru. Suratnya nyusul. Thx.” Pesan dari Geddy ini seperti bom waktu. Tinggal menunggu waktu sampai guru datang dan menghukumku karena tidak mengerjakan PR. “ah nunggu Sinka aja apa ya? Ah pasti doi telat.” Keluhku dalam hati. Aku pun uring uringan sendiri. Tiba tiba ada sebuah buku yang disodorkan kepadaku. Ternyata Dhike lah pemilik buku itu, aku pun mengerti maksudnya. Tanpa pikir panjang aku mulai menyalin PR miliknya.
Saat pelajaran berlangsung aku terus berpikir kenapa Dhike memberikan bukunya padaku. Padahal sudah jelas akhir-akhir ini aku membuatnya kecewa. Sebagai ucapan terima kasih aku akan mencoba mengajaknya makan dan mengantarkannya pulang.
*kriiing.. bel istirahat pun berbunyi. Aku segera bangkit dari kursi dan menghampiri Dhike.
“key, makan bareng yuk. Laper nih.” Ucapku dengan nada semanja mungkin
“gamau.” Jawabnya ketus
“iih pelisss, mau ya anggap aja ucapan makasih buat yang tadi. Aku maksa loh!”
“key, makan bareng yuk. Laper nih.” Ucapku dengan nada semanja mungkin
“gamau.” Jawabnya ketus
“iih pelisss, mau ya anggap aja ucapan makasih buat yang tadi. Aku maksa loh!”
Dia menunduk lalu melihatku dengan tajam “GAMAU!” ucapnya lebih keras, lalu bergegas meninggalkan keras. “arrrrgh kacauuu! Ternyata emang masih salah paham nih.” Batinku.
“ngapain kamu bengong?” suara Sinka menyadarkanku dari lamunan.
“ngga kok, anu..” jawabku terbata bata
“udah ayo kita ke kantin. Laper nih!” ajaknya sambil menyeretku
“tap.. tapi tapi. Aah kebiasaan nih kamu.” Omelku padanya, dia hanya tersenyum dan aku pun mebalas senyumannya.
“ngga kok, anu..” jawabku terbata bata
“udah ayo kita ke kantin. Laper nih!” ajaknya sambil menyeretku
“tap.. tapi tapi. Aah kebiasaan nih kamu.” Omelku padanya, dia hanya tersenyum dan aku pun mebalas senyumannya.
Akhirnya aku pun malah menghabiskan waktu dengan Sinka. Ternyata dia memang berubah, dia menjadi orang yang menyenangka bahkan jadi lebih cerewet. Beda dengan saat kelas 1 saat dia masih sangat pemalu. Sedang asyik berbincang, aku yang memilih meja di tengah kantin, cukup terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Sinka.
“bi itu Dhike kan? Kok dia sendiri sih? Biasanya ama kamu.” Tunjukknya kearah Dhike yang sedang duduk di pojok kantin.
“uuumm, anu aku lagi ada masalah sedikit sama dia, Sin.”
“orangnya gimana sih dia? Kasian kayaknya temennya ga banyak deh.”
“dia pendiem gitu deh, tapi kalo dah kenal asyik kok dia.”
“wah yang bener? Kalo gitu aku mau samperin dia aah.”
“uuumm, anu aku lagi ada masalah sedikit sama dia, Sin.”
“orangnya gimana sih dia? Kasian kayaknya temennya ga banyak deh.”
“dia pendiem gitu deh, tapi kalo dah kenal asyik kok dia.”
“wah yang bener? Kalo gitu aku mau samperin dia aah.”
aku tak ambil pusing dan melanjutkan makan ku. Tak lama Sinka pun menghampiriku, bersama Dhike di sampingnya. Tentu saja hal ini membuatku senang, namun aku sedikit canggung dan menjadi salah tingkah.
“eh, Ikey” sapaku padanya, namun Dhike hanya tersenyum.
“Sini Dhike, lanjutin ngobrolnya disini aja. Eh, makanan aku mana?” Tanya Sinka heran
“eh. Aku kira udah beres makannya, jadi aku abisin deh, hehe.” Jawabku
“iih Bian kebiasaan. Aku kan baru makan dikit. Gamau tau! Gantiin ga!” omelnya
“iyah iyah, aku beliin. Sana gih pesen. Sekalian kamu udah makan belum, Key? Tenang aku yang traktir kok.” Tawarku pada Dhike.
“aku udah makan tadi, makasih. Aku duluan ke kelas ya.” Jawabnya sambil pergi bergegas.
“Sini Dhike, lanjutin ngobrolnya disini aja. Eh, makanan aku mana?” Tanya Sinka heran
“eh. Aku kira udah beres makannya, jadi aku abisin deh, hehe.” Jawabku
“iih Bian kebiasaan. Aku kan baru makan dikit. Gamau tau! Gantiin ga!” omelnya
“iyah iyah, aku beliin. Sana gih pesen. Sekalian kamu udah makan belum, Key? Tenang aku yang traktir kok.” Tawarku pada Dhike.
“aku udah makan tadi, makasih. Aku duluan ke kelas ya.” Jawabnya sambil pergi bergegas.
Aku pun merasakan ada hal yang tidak beres dengan kejadian ini. Sinka yang heran dengan menghilangnya Dhike pun bertanya padaku, namun setelah aku ceritakan kepadanya ia pun melanjutkan melahap santapannya yang sudah datang.
Setelah kejadian itu aku senang, karena ternyata Sinka dan Dhike semakin akrab sebagai teman. Ya setidaknya Dhike tidak sendirian lagi jika aku tak ada disampingnya. Namun dengan kedekatan mereka aku pun menjadi kesepian. Ya sekarang hampir setiap istirahat mereka selalu berdua, dan aku hanya bisa menghabiskan waktu dengan Geddy. Hampir saja aku lupa kalau aku punya masalah dengan Dhike, sudah cukup lama aku membiarkan masalah ini tanpa menyelesaikannya. Akhirnya aku putuskan untuk mengajaknya bicara. Aku pun mencoba menghubunginya lewat telepon. Namun tak tersambung, aku mulai putus asa dengan hubunganku. Aku pergi menuju bukit tempat dimana aku pernah menghabiskan waktu berdua denganya. Terasa aneh bagiku, karena tempat yang biasanya ramai di malam hari ini malah aku kunjungi sore. Namun tak apalah pikirku. Toh sekalian menghilangkan penat yang ada.
Sesampainya disana saat aku ingin mengambil posisi untuk duduk. Ternyata ada gadis yang aku rasa mengenalnya.
“Ikey, Ikey!” panggilku sambil menghampirinya. Dia hanya melihat lalu pergi meninggalkanku. Aku berlari menghampirinya, aku mendapatkan tangannya dan menggenggamnya dengan erat.
“lepasin bi, lepasin tangan aku!” pintanya sambil berontak
“aku ga bakal lepasin sebelum masalah kita beres Key.”
“ngga pokoknya lepasin, aku udah jahat sama kamu, sama Sinka juga.” dia menangis dan aku memeluknya.
“kamu ngomong apa sih Key? Kamu ga jahat kok. Yaudah ya kamu tenang. Aku anterin kamu pulang yah?” Dhike hanya mengangguk pelan mendengar ucapanku.
“lepasin bi, lepasin tangan aku!” pintanya sambil berontak
“aku ga bakal lepasin sebelum masalah kita beres Key.”
“ngga pokoknya lepasin, aku udah jahat sama kamu, sama Sinka juga.” dia menangis dan aku memeluknya.
“kamu ngomong apa sih Key? Kamu ga jahat kok. Yaudah ya kamu tenang. Aku anterin kamu pulang yah?” Dhike hanya mengangguk pelan mendengar ucapanku.
Dalam perjalan pulang Dhike sudah berhenti menangis, namun kini giliran langit yang menangis. Ya tiba-tiba hujan turun. Kami pun memutuskan untuk menepi di sebuah gubuk. Karena Dhike hanya diam saja, maka aku pun membuka pembicaraan.
“Key, kamu marah ya sama aku?” tanyaku
Dhike hanya menggeleng pelan.
“terus kenapa kayaknya kamu akhir-akhir ini ngejauhin aku sih?”
“aku marah, Bi. Aku marah sama diri aku sendiri.”
“kenapa?”
“tadi pagi Sinka bilang sama aku, kalo dia suka sama kamu Bi.” Ucapnya lirih dan mulai menangis lagi.
“terus apa masalahnya? itu kan Sinka, kamu sendiri kan tau Key. Kalo aku Cuma sayang sama kamu.”
“tapi aku jahat Bi, aku udah ngbohongin Sinka. A.. aku bilang kalo aku bakal bantu dia, Bi.padajal aku juga sayang sama kamu Bian.”
“udah ya kamu tenang aja, urusan Sinka biar aku yang ngomong ama dia. Kamu ga usah nyiksa diri lagi yah.”
“aku marah, Bi. Aku marah sama diri aku sendiri.”
“kenapa?”
“tadi pagi Sinka bilang sama aku, kalo dia suka sama kamu Bi.” Ucapnya lirih dan mulai menangis lagi.
“terus apa masalahnya? itu kan Sinka, kamu sendiri kan tau Key. Kalo aku Cuma sayang sama kamu.”
“tapi aku jahat Bi, aku udah ngbohongin Sinka. A.. aku bilang kalo aku bakal bantu dia, Bi.padajal aku juga sayang sama kamu Bian.”
“udah ya kamu tenang aja, urusan Sinka biar aku yang ngomong ama dia. Kamu ga usah nyiksa diri lagi yah.”
Dhike hanya mengangguk pelan, aku pun menghapus air matanya. Setelah hujan reda aku mengantarkannya pulang.
Keesokkan harinya Dhike tidak masuk sekolah, “mungkin dia sakit karena kehujanan kemarin.” Pikirku. Kemudian HPku bergetar dan aku mendapatkan sms dari Dhike.
“pulang sekolah aku tunggu kamu di bukit.”. akupun mengiyakan pesan darinya itu.
*kriiing… bel pulang pun berbunyi. Dengan semangat aku pun bergegas menuju bukit.
*kriiing… bel pulang pun berbunyi. Dengan semangat aku pun bergegas menuju bukit.
Sesampainya disana aku tidak melihat Dhike, “mungkin dia dalam perjalanan.” Ketika asyik menunggu ada suara yang memanggilku, namun bukan suara dari orang yang kutunggu.
“Biaaaan!” teriakknya
“loh Sinka? Kok disini?” ya dia adalah Sinka. “eh kebetulan ada yang mau aku omongin sama kamu.” Lanjutku
“ada yang mau aku omongin juga sama kamu, Bi. Mmmmh. Sebenernya aku suka Bi sama kamu. Dan aku juga udah tau kok hubungan kamu sama Dhike, dan aku malah seneng kalo suatu saat nanti kalian bisa pacaran Bi.”
“loh Sinka? Kok disini?” ya dia adalah Sinka. “eh kebetulan ada yang mau aku omongin sama kamu.” Lanjutku
“ada yang mau aku omongin juga sama kamu, Bi. Mmmmh. Sebenernya aku suka Bi sama kamu. Dan aku juga udah tau kok hubungan kamu sama Dhike, dan aku malah seneng kalo suatu saat nanti kalian bisa pacaran Bi.”
Sungguh lega sekali mendengar ucapan dari Sinka, “makasih ya Sin. Kamu emang sahabat aku.” Balasku sambil tersenyum
“mmmh, Dhike kemana ya? Kok belum dateng?” keluhku
“looh, jadi kamu belum tau? Dhike hari ini pindah ke Jakarta, dan dia jalan sore ini. Dan aku sebenarnya kesini juga disuruh sama dia.”
“looh, jadi kamu belum tau? Dhike hari ini pindah ke Jakarta, dan dia jalan sore ini. Dan aku sebenarnya kesini juga disuruh sama dia.”
Bagai disambar petir aku pun bangkit, langsung menuju rumah Dhike dan meninggalkan Sinka disana sendirian.
“maksud kamu apaan sih Key? Pergi ga pamit. Malah suruh Sinka yang ketemu sama aku lagi.” Batinku. Selama perjalanan aku terus memaksimalkan kemampuan Scooter maticku. Hujan pun turun dengan deras, seakan tak peduli aku terus memacu Scooterku.
Naas bagiku, beberapa kilometer dari rumah Dhike, aku yang kehilangan kendali Scooterku akhirnya terjatuh dan terseret cukup jauh. Aku coba bangkit namun tidak bisa, aku pun tidak bisa merasakan kakiku. Aku hanya bisa menangis, menemani langit yang turut bersedih akan kepergian Dhike. “kenapa Key? Kenapa kamu tega sama aku? Ikeeeey!!!” teriakku dalam derasnya hujan.
Beberapa bulan setelah kepergian Dhike, aku masih belum juga bisa mengetahui kabar dan dimana dia tinggal selama ini. Nomor teleponnya pun tidak aktif. Mengenai Sinka, kini dia sudah mendapatkan pengganti diriku. Dia adalah Geddy, ya dia sahabatku. Kini aku menjadi seorang yang pemurung, tidak seperti dulu. Ini pun yang membuat kedua sahabatku khawatir dengan tingkah lakuku.
“Bi, pulang sekolah ikut kita nonton yuk?” ajak Sinka kepadaku
“Iya, Bi. Dari pada lu sedih mulu.” Tambah Geddy
“makasih deh, nanti gue disana malah jadi obat nyamuk lagi. Udah ah gue cabut dulu ya, bye.” Tolakku dan pulang ke rumah.
“Iya, Bi. Dari pada lu sedih mulu.” Tambah Geddy
“makasih deh, nanti gue disana malah jadi obat nyamuk lagi. Udah ah gue cabut dulu ya, bye.” Tolakku dan pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar. Dan aku menemukan sebuah surat lengkap dengan perangkonya. Anehnya surat ini tidak disertai oleh alamat dan nama si pengirim di luar amplop. Karena penasaran aku pun membuka dan membaca surat itu,
Dear Bian.
Maaf, aku tau maaf aja ga akan pernah cukup buat nutupin semua salahku sama kamu. Aku tau aku salah selama ini sama kamu.
Mulai dari sikap aku yang dingin, jutek dan selalu bikin kamu kecewa.
Dan yang terakhir aku ga bisa jujur sama kamu tentang perasaan ini ke kamu.
Malam itu, waktu kita neduh di gubuk waktu hujan.
Itu adalah malam yang indah buat aku.
Karena malam itu adalah malam terakhir aku sama kamu.
Malam dimana aku gamau hujan yang turun itu berhenti.
Malam dimana aku ingin terus sama kamu.
Malam dimana seharusnya aku bisa jujur sama kamu.
Malam dimana seharusnya aku bisa bilang, aku cinta kamu.
Kalau aja aku diberi satu kesempatan lagi buat ketemu sama kamu.
Aku ga akan menyia-nyiakan kesempatan ini lagi.
Dan buat kamu yang selama ini udah bikin hidup aku berwarna aku Cuma bisa bilang,
Maaf dan terima kasih atas semuanya.
Salam Ikey.
Maaf, aku tau maaf aja ga akan pernah cukup buat nutupin semua salahku sama kamu. Aku tau aku salah selama ini sama kamu.
Mulai dari sikap aku yang dingin, jutek dan selalu bikin kamu kecewa.
Dan yang terakhir aku ga bisa jujur sama kamu tentang perasaan ini ke kamu.
Malam itu, waktu kita neduh di gubuk waktu hujan.
Itu adalah malam yang indah buat aku.
Karena malam itu adalah malam terakhir aku sama kamu.
Malam dimana aku gamau hujan yang turun itu berhenti.
Malam dimana aku ingin terus sama kamu.
Malam dimana seharusnya aku bisa jujur sama kamu.
Malam dimana seharusnya aku bisa bilang, aku cinta kamu.
Kalau aja aku diberi satu kesempatan lagi buat ketemu sama kamu.
Aku ga akan menyia-nyiakan kesempatan ini lagi.
Dan buat kamu yang selama ini udah bikin hidup aku berwarna aku Cuma bisa bilang,
Maaf dan terima kasih atas semuanya.
Salam Ikey.
“kita pasti bakalan ketemu lagi Key! Ngga, kita emang harus ketemu lagi Key! Tunggu aku Key, tunggu aku di Jakarta mu.” Hanya itulah janji yang mampu aku ucapkan kepada diriku sendiri. Sampai ketemu lagi Rezki Wiranti Dhike.
To be Continued..
Inspired by Rezki Wiranti Dhike, Sinka Juliani.
Author: @biabiabian
Author: @biabiabian
0 komentar:
Posting Komentar